ILMU LADUNI adalah ILMU WARISAN (part 1)

Jati Diri 2 SK copy
Ilmu laduni adalah ilmu warisan. Seseorang tidak mungkin mendapatkan ilmu laduni kecuali dengan sebab mendapat warisan dari orang lain, padahal yang dimaksud warisan adalah tinggalan orang mati. 
Oleh karenanya, satu-satunya jalan untuk mendapatkan Ilmu Laduni adalah melaksanakan tawasul secara ruhaniyah kepada para Guru Mursyid baik yang hidup maupun yang mati. Hal tersebut dilakukan oleh seorang salik untuk membangun sebab-sebab yang dapat menyampaikan kepada akibat yang baik, yakni mendapatkan ilmu laduni.
Tentang ilmu warisan ini telah dinyatakan Allah SWT dengan firman-Nya:

وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ إِنَّ اللَّهَ بِعِبَادِهِ لَخَبِيرٌ بَصِيرٌ (31) ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

"Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya * Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menyiksa diri sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang berlomba-lomba berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar ". QS.Fathir.35/31-32.

Ilmu warisan ini termaktub di dalam firman-Nya: “Tsumma aurotsnal kitaaba”. Yang artinya ; Kemudian Kami wariskan kitab itu. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa ada suatu jenis ilmu yang tidak diturunkan kepada seseorang kecuali dengan mendapatkan warisan dari orang yang telah terlebih dahulu mendapatkannya. Untuk lebih memudahkan pemahaman—insya Allah—marilah kita ikuti penafsiran dua ayat tersebut secara keseluruhan:

Dari ayat diatas akan kita uraikan menjadi beberapa pembahasan :

1). Tentang ilmu Al-Qur’an.
Yang dimaksud dengan al-Kitab (Al-Qur'an) {“wal ladzii auhainaa ilaika minal kitaab” (dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu al-Kitab)} di dalam ayat di atas adalah ilmu pengetahuan yang dikandung di dalam Al-Qur’an al-Karim.

Al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad ra. dalam bukunya, “Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, berkata:

أنَّ الْقُرْآَنَ الْعَظِيْمَ كَلاَمُ اللهِ الْقَدِيْمِ وَكِتَابُهُ الْمُنَزَّلُ عَلى نَبِيِّهِ وَرَسُوْلِهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْنِى الْكَلاَمَ النَّفْسِىَّ الْقَدِيْمَ وَالنَّظْمَ الْمَقْرُوْءَ الْمَسْمُوْعَ الْمَحْفُوْظَ الْمَكْتُوْبَ بَيْنَ دَفْتَرِ الْمُصْحَفِ

“Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah Kalam Allah yang qodim dan Kitab-Nya yang diturunkan kepada Nabi-Nya dan Rasul-Nya saw. yaitu ucapan didalam hati yang qodim dan susunan kata-kata yang dapat dibaca, dapat didengar dan terjaga didalam kitab antara catatan-catatan didalam buku”.

Dengan dikaitkan pendapat al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad ra. tersebut, maka Al-Qur’an al-Karim dibagi menjadi dua bagian:

1). Al-Qur’an sebagai Kalamullah yang qodim, sebagaimana firman Allah SWT:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِن

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami”.

2). Al-Qur’an sebagai Kitab yang hadits, yaitu tulisan dengan bahasa Arab yang tertulis di dalam mushab, sebagaimana firman Allah SWT :
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (19) ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ

“Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar ucapan utusan yang mulia (Jibril) yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah Yang mempunyai Arsy”.QS. at-Takwir/19-20

Maka yang dimaksud dengan al-Kitab— dalam ayat di atas—yang akan diwariskan kepada hamba-hamba dipilih, bukanlah Al-Qur’an yang hadits, melainkan Al-Qur’an yang qodim. Yakni berupa pemahaman hati dari ma’na yang dikandung Al-Qur’an yang hadits. Oleh karenanya, tidak mungkin seseorang dapat memahami al-Qur’an yang Qodim tanpa terlebih dahulu memahami makna al-Qur’an yang hadis.
Jadi, yang dimaksud ilmu warisan adalah pemahaman hati yang bentuknya tidak berupa tulisan yang dapat dilihat mata maupun suara yang dapat didengar telinga, melainkan rasa di dalam hati sebagai buah mujahadah atas dasar takwallah. Pemahaman hati tersebut bisa disebut sebagai ilmu laduni, manakala sumbernya terbit dari ilham secara langsung didalam hati yang datangnya dari urusan ketuhanan, bukan inspirasi hayali yang terkadang bisa jadi terbit dari bisikan Jin.

Al-Imam as-Suyuti ra. berkata:
"Banyak orang mengira, bahwa "Ilmu Laduni" itu sangat sulit didapat. Mereka berkata bahwa Ilmu Laduni itu berada diluar jangkauan manusia, padahal tidaklah demikian. Untuk mendapatkan Ilmu Laduni ini hanya dengan jalan membangun sebab-sebab yang dapat menghasilkan akibat. Adapun sebab-sebab itu adalah amal dan zuhud..." Kemudian beliau meneruskan: "Ilmu-ilmu Al-Qur'an dan apa saja yang memancar darinya adalah sangat luas, bagaikan samudera yang tidak bertepi, dan Ilmu Laduni merupakan alat yang mutlak bagi seseorang untuk menafsirkan ayat-ayatnya..."

Allah Ta’ala berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah mengajarmu”. 
QS.al-Baqoroh/282.  

Itulah Ilmu Laduni, Allah mengajarkan ilmu itu kepada hamba-hamba yang terpilih dengan cara membisikkan pemahaman melalui kalbunya, yaitu hati seorang hamba yang sudah bersih dari segala kotoran karakter duniawi yang tidak terpuji, sebagai buah ibadah yang dijalani. Adalah ilmu pengetahuan yang universal dan “rahmatan lil alamiin” yang akan mampu menghantarkan manusia kepada keberhasilan hidup, baik dunia, agama maupun akhirat. Ilmu tersebut dihasilkan dari perpaduan antara ilmu, iman dan amal yang dapat menghasilkan ilmu lagi.

Ketika seseorang sedang kasmaran dengan kekasihnya misalnya, dari refleksi klimaks keasyikan yang terjadi, kerapkali memunculkan pengertian dan pemahaman yang tidak terduga. Pemahaman itu bentuk wujudnya ternyata pengalaman-pengalaman hidup yang sangat berkesan, luas, unik, serta sukar dilupakan. Yang demikian itu apabila diteliti dengan cermat dan mendalam, secara mendetail dan terperinci, apalagi ketika pengalaman-pengalaman itu kadang-kadang ternyata berupa teori-teori tentang cinta—bahkan cinta seorang hamba kepada Tuhannya, padahal dia belum pernah sama sekali belajar tentang ilmu cinta, baik dengan membaca maupun mendengar. Dari manakah gerangan datangnya ilmu itu? Itulah yang dikatakan ilmu laduni, manakala ilmu itu menyangkut pemahaman hati tentang urusan ketuhanan.

Bahkan jauh lebih dalam dari itu. Dalam rangka mencari hakikat makna cinta, terkadang refleksi kerinduan yang terpendam akan sang kekasih, oleh sang perindu dijadikannya sebagai tambang inspirasi dan sumber ilham. Alam kerinduan itu dimasuki dan ditelusuri dalam bentuk pencarian-pencarian secara ruhaniah. Maka yang asalnya tidak mengerti menjadi mengerti dan yang asalnya tidak faham menjadi memahami.

"Itulah api cinta ketika bergelora
Dari tambang pengembaraan ruhaniah
Ketika api itu larut bersama sinarnya
Membakar sekat dan hijab
Menembus dinding akal dan fikir
Membuka situs-situs Lauh mahfud
Maka, ruh membaca dan akal menyimpan data
Ketika kerinduan telah mereda
Dan buramnya pandangan mata telah sirna
Maka data-data yang ada di situs itu
Ternyata tempatnya telah berpindah
Oleh karena hanya Allah yang menghendaki
Maka pindahnya data itu disebut Laduniah Rabbaniyah"


Sumber: www.ponpesalfithrahgp.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan komentar, pesan, kritik atau saran untuk kami

Advertise