Syarah Hikam Bab 9, MENUTUP DIRI AGAR TUMBUH KUAT


 

اِدْفِنْ وُجُوْدَكَ فِى اَرْضِ الخُمُوْلِ  فَمَا نَبَتَ مِمَّا لَمْ يُدْفَنْ لَايَتِمُّ نَتَائِجُهُ.

 Tanamlah wujud dirimu di dalam tanah yang dalam, segala yang tumbuh dari yang tidak ditanam, pertumbuhannya tidak akan menjadi sempurna.

Allah berfirman:
 أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan”. (QS. ar-Ra’d; 13/17)

Dengan ayat di atas, Allah membuat perumpamaan terhadap ilmu pengetahuan dan pemahaman hati yang diturunkan-Nya di dalam dada seorang hamba. Bagaikan air hujan diturunkan dari langit memenuhi lembah-lembah, hati seorang hamba menampung ilmu dan pemahaman dari Allah sesuai kemampuan, seperti lembah-lembah di bumi menampung air hujan sesuai kadar ukurannya. Ilmu dan pemahaman itu di dalam jiwa seorang hamba akan menimbulkan arus atau reaksi, yakni gejolak di alam fikir untuk mencari kebenaran hakiki. Adapun yang di luar dada akan menimbulkan buih. Yaitu ingin dilihat dan ingin dipuji, merasa berjasa dan ingin diakui dan bahkan merasa benar sendiri. Seperti logam yang mereka lebur di dalam api untuk membuat perhiasan atau peralatan, di situ juga mengeluarkan buih. Demikianlah Allah membuat perumpamaan bagi yang benar dan yang batal.

Apa-apa yang kelihatan di permukaan dari amal yang dilakukan akan menjadi buih dan batil sedangkan gejolak ilmu pengetahuan yang ada di dalam alam fikir adalah benar. Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya, sedangkan pemahaman dalam hati, atau ma’rifat dengan Allah akan bermanfaat bagi manusia apabila keberadaannya tetap dirahasiakan di dalam hati. Oleh karena itu, tanamlah wijhahmu di dalam tanah yang dalam dan rahasiakan potensi-potensi kebaikan dari pengakuan basyariyah, bagaikan menanam benih, tanamlah seaman mungkin supaya tidak dimakan binatang liar sebelum tumbuh.

Kalau harus ada amal yang terpaksa dilihatkan kepada orang, maka yang kelihatan itu hanya sekedar buih, sebagai tanda-tanda bahwa di dalam sedang ada arus dan arus itu adalah proses pematangan iman dan keyakinan. Oleh karenanya, tampakkan yang tampak dan rahasiakan yang rahasia, dan masing-masing akan membawa manfat asal dapat terjaga dan terpelihara dengan semestinya. Namun demikian, seorang hamba tetap harus sadar, yang akan membawa manfaat hanya yang dirahasiakan. Karena segala yang tumbuh dari yang tidak ditanam pasti tidak akan dapat tumbuh secara sempurna.

Orang boleh menampakkan amalnya, tapi jangan berharap amal yang tampak itu membawa manfaat. Sebab, yang tampak itu telah menjadi buih yang kemudian akan segera hilang dengan tanpa membekas, bagaikan debu yang berterbangan dihembus angin. Angin itu boleh bermacam-macam wujudnya, ada yang disebut riya’, ada yang disebut menyebut-nyebut kembali, berbangga-banggaan, sombong dan lain sebagainya.

Hati manusia tidak selalu mampu diam ketika kebaikannya dilihat orang. Hati cenderung ingin berbicara, karena sekarang ia sedang berbuat kebaikan, maka hati sering berkata sendirian: “Lihatlah, aku saat ini memang pantas dipuji, paling tidak harus diakui, aku telah berbuat untuk menolongmu, aku telah berjasa, seandainya tidak ada aku, siapa yang menolongmu? Oleh karena itu, apabila tidak ada yang memperhatikan amalnya, terlebih ketika kebaikannya tidak diterima dengan baik di hati orang, maka jadi kecewa dan marah.

Berdamai dengan diri sendiri, baik menghadapi senang maupun susah, memutus tali sandaran hati kepada selain yang menghidupi, baik sedang longgar maupun sempit, menanam hasrat, memendam keinginan, tenggelam dalam rasa kearifan samudera kehidupan yang tidak terbatas sampai hilang wajah dan muncul wajah lagi, ketika wajah bulan meredup maka segera sinar mentari membuka kehidupan.

Sungguh yang rapuh bukan amal yang kelihatan, tapi hati yang ingin dipuji dan diakui. Oleh karena hati telah menonjolkan diri, maka menjadi ringkih. Bagaikan benih padi ketika ditanam di tanah padas, walau setiap hari disiram dengan air hujan, tetap saja padi tersebut tidak akan tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya biarkanlah yang kelihatan menjadi hilang, asal di dalamnya masih ada yang tersimpan, yaitu kasih sayang yang dibungkus dengan amal perbuatan.

Oleh Muhammad Luthfi Ghozali

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan komentar, pesan, kritik atau saran untuk kami

Advertise