وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى
أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ , فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي
الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ ءَايَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula)
seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan (nafsu syahwat),
setanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan
apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Hajj (22)52).
Rasul dan Nabi saja ketika ibadah dengan hati sedang tidak khusu’ atau lalai, bisa
dimasuki godaan setan jin, apalagi orang-orang awam seperti kita yang sedang menerawang
setan jin, maka tentunya menjadi santapan empuk para setan jin.
Dengan
ayat di atas urusannya jadi semakin jelas, mengapa orang diruqyah
gampang kesurupan jin. Jangankan manusia biasa, Rasul dan Nabi
sekalipun, ketika dalam
pelaksanaan ibadah yang mereka lakukan, baik dengan dzikir maupun pikir,
meski
itu dilakukan dalam rangka tugas risalah dan nubuwah, jika di dalamnya
terdapat kesalahan, yakni terbukanya ruang kosong (melamun urusan
duniawi)
sehingga kemauan nafsu berbalik menjadi pendorong ibadah, maka setan
Jin segera terfasilitasi menyusupkan was-wasnya dalam hati mereka. Hanya
saja “Allah segera menghilangkan was-was setan tersebut dan menguatkan
ayat-ayat-Nya”. Hal tersebut bisa terjadi ?? karena memang setan Jin
sudah sangat
dekat dengan manusia.
Terkadang was-was setan itu berupa suara dzikir yang
diperdengarkan dari jauh bahkan seperti suara orang dzikir berjama’ah yang semakin
lama semakin menusuk perasaan. Dengan tipu daya setan jin seperti ini
tidak banyak orang memahami, hingga godaan yang mematikan itu oleh orang
yang sedang dzikir itu dikira hal positif yang didatangkan Allah baginya.
Ketika suara-suara itu semakin diikuti oleh perasaan, maka tahap berikutnya kesadaran
orang yang sedang khusu’ itu ditarik masuk ke dalam wilayah dimensi alam Jin, saat itu
berarti orang tersebut sudah dikuasai setan Jin.
Kejadian seperti ini sering dialami oleh orang ahli mujahadah.
Kejadian tersebut jauh lebih halus dibanding proses masuknya tipu
daya setan jin lewat bacaan ruqyah. Seandainya para ahli ibadah itu tidak
dilindungi oleh sistem perlindunan Allah untuk menangkal gangguan setan bagi
hamba-hamba yang dicintai, barangkali tidak ada seorangpun dari orang ahli ibadah yang selamat dari tipu
daya setan jin.
Adapun
keadaan orang-orang yang diruqyah, Jin tidak harus repot-repot
mengkondisikan
keadaan yang demikian itu, karena para pelaku ruqyah itu telah
mengkondisikan
diri sendiri untuk rasuki jin, bahkan dipersiapkan sejak awal. Dengan
memaksakan diri
berkonsentrasi mendenarkan ayat-ayat yang dibaca sambil pikirannya
menerawang jin,
mereka tidak sadar bahwa perbuatan tersebut justru mengundang jin
memasuki wilayah kesadaran mereka sendiri. Terbukti demikian mudahnya
orang diruqyah itu
kesurupan jin. Hal tersebut menunjukkan bahwa para pelaksana ruqyah itu
tidak pengalaman
menghadapi tipu daya setan jin, hingga hal yang sedemikian membahayakan
itu
tidak disadari, bahkan terkadang mereka melakukan ruqyah itu dengan
kebanggaan
dan kesombongan. Seakan merasa yang paling tidak syirik, sedangkan
jimat-jimat
yang mereka bakar sebelum pelaksanaan ruqyah itu merupakan perbuatan
yang paling
syirik.
Namun
bukan wilayah syirik atau tidak syirik itu yang menjadi tujuan
penulisan, karena wilayah itu merupakan wilayah hukum syari’at yang
memerlukan
kecermatan dalam mengambil keputusan, akan tetapi urusan yang lebih
sederhana
dan tampak mata saja, yaitu demi keselamatan anak cucu kita dari akibat
kesalahan yang kita perbuat sendiri dari bahaya setan jin yang setiap
saat
selalu siaga untuk menerkam mangsanya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَزَيَّنَ لَهُمَ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ
فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ
Dan setan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka,
lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah
orang-orang yang berpandangan tajam. (QS:29/38)
Ciri-ciri orang yang terjebak tipudaya setan jin adalah orang yang
merasa benar sendiri. Merasa amalannya paling benar, paling baik
dan paling bersih dari kesalahan dan syirik, terlebih dengan suka menyalahkan keyakinan dan amalan orang
lain.
Jika
orang melaksanakan ibadah, namun sesudahnya malah merasa mulia hinga
melihat orang lain lebih hina dibandingkan dirinya, maka itu
pertanda paling jelas bahwa orang tersebut telah masuk perangkap tipu
daya
setan jin. Mereka menjadi sombong karena merasa mempunyai nilai lebih
dibandingkan
orang lain, dan apabila kondisi tersebut dilahirkan dengan ucapan atau
perbuatan
maka orang tersebut telah menjadi takabbur. Dengan ibadah yang dilakukan
seharusnya
menjadikan orang merasa hina di hadapan Dzat yang Maha Mulia, lebih
mengenali aib
diri sendiri, mengenali keterbatasan, semakin dapat melihat dosa-dosa
sendiri, sehingga dapat meningkatkan semangat bertaubat kepada-Nya.
Singkat kata apabila ibadah dan dzikir membuahkan rasa syukur kepada
Allah, berarti ibadah itu sudah benar, yang demikian itu telah
diisyaratkan Allah Ta’ala dengan firman-Nya:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي
وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) -Ku.
QS:2/152.
Menjadi semakin jelas, jika pelaksanaan “Ruqyah” tersebut masuk dalam wilayah ibadah, maka buahnya tidak hanya menjadikan orang yang asalnya tidak sadar menjadi sadar saja, namun juga menjadikan para pelakunya mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya. Jika tidak demikian, bahkan menjadikan orang yang asalnya sadar menjadi kesurupan jin, menjadi gila walau sebentar, berarti yang dilakukan itu bukan ibadah.
Oleh Muhammad Luthfi Ghozali.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan komentar, pesan, kritik atau saran untuk kami