MENYINGKAP ALAM GHAIB Part 1, HIKMAH ISRA' MI'RAJ


 

Peristiwa-peristiwa besar dan luar biasa yang ditampilkan Allah s.w.t di dalam perjalanan Isro’ Mi’roj Nabi Besar Muhammad s.a.w, yang sekaligus merupakan tanda-tanda kebesaran-Nya yang wajib diimani oleh setiap pribadi muslim, di antaranya ada tiga kejadian:

1.    Dengan Ilmu dan urusan Allah Seorang hamba berpotensi berdialog langsung dengan Tuhannya.
Itulah kejadian yang paling besar dan luar biasa dari kejadian yang terjadi di dalam peristiwa Isro’ Mi’roj Nabi Besar Muhammad s.a.w. Baginda Nabi s.a.w adalah satu-satunya manusia di waktu masih hidupnya pernah berdialog langsung dengan Allah s.w.t. Dialog tersebut terjadi di dimensi lain dari dimensi yang ada di dunia ini dengan tanpa hijab dan tanpa perantara. Setelah pertemuan itu Beliau dapat kembali lagi ke dimensi alam dunia ini dalam keadaan selamat dan sehat walafiat, bahkan dengan membawa ilmu pengetahuan yang luar biasa. Hal tersebut bisa terjadi karena Allah telah menyatakan potensi itu dengan firman-Nya:
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
“Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. (QS. asy-Syuraa; 42/51)
Ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari peristiwa tersebut merupakan ilmu yang sangat luar biasa. Ilmu pengalaman atau ilmu rasa yang tiada duanya. Ilmu pengetahuan yang mampu membuka tabir rahasia kehidupan yang sebelum itu belum pernah diketahui oleh siapapun. Dengan peristiwa itu kebesaran Allah s.w.t dengan segala ciptaan-Nya yang ada di dimensi lain telah terkuak dengan nyata.
Keadaan di alam barzah dan alam akherat telah dipertontonkan kepada manusia yang paling dapat dipercaya itu, sehingga ketika peristiwa tersebut diceritakan kepada manusia, cerita-cerita itu tidak disertai dengan kebohongan, baik yang disengaja maupun tidak. Oleh karenanya, seharusnya manusia yang hidup di zaman sesudahnya wajib bersyukur, terlebih bagi umatnya yang beriman. Karena dengan peristiwa itu mereka menjadi tahu serta mengenal jalan-jalan yang harus ditempuh di dalam hidupnya. Bahwa tujuan akhir dari pengabdian yang dijalani, manakala seorang hamba telah sampai kepada Tuhannya. Dapat wushul sehingga dapat mengenal (ma’rifat) kepada-Nya.
Perjalanan Isra’ dan Mi’raj itu merupakan mu’jizat terbesar selain mu’jizat besar yang lain. Perjalanan yang tidak masuk akal. Betapa seorang manusia dengan dimensi manusianya mampu memasuki relung dimensi ghaib hingga dapat mengetahui dan melihat dengan kasat mata keadaan-keadaan yang ada di dalam dimensi itu. Nilai terbesar dari peristiwa itu ialah, setelah seorang hamba diperlihatkan kepada keajaiban-keajaiban tersebut, di akhir perjalanan dipertemukan kepada Sang Pencipta Yang Maha perkasa yang telah memperjalankannya.
Mu’jizat besar Nabi akhir zaman itu bukan mendapat kesaktian yang luar biasa sehingga dapat mengalahkan musuh-musuh utamanya—seperti mu’jizat Nabi Musa a.s yang dengan kekuatan dari Allah s.w.t, dapat mengalahkan Fir’aun dengan seluruh kekuatannya. Arti mu’jizat besar itu ialah, dengan ilmu yang dapat, menjadikan seorang hamba mengenal (ma’rifat) kepada Tuhannya hingga menjadikannya mampu melaksanakan pengabdian yang hakiki kepada-Nya.
Ini adalah gambaran ‘tujuan akhir’ dari sebuah perjalanan ibadah. Jalan thoriqoh yang ditempuh para salik dalam kehidupan beragama. Tujuan akhir itu bukan supaya mereka para salik itu jadi orang kaya, bukan supaya manusia mempunyai karomah-karomah sehingga menjadi orang khowas atau waliyullah, bukan untuk mendapatkan harta karun yang diyakini oleh sebagian orang tersimpan di kuburan-kuburan kuno, bukan supaya orang mendapatkan khodam-khodam dari bacaan yang diwiridkan supaya orang bisa menolong kesulitan orang lain, bukan untuk menjadi tabib-tabib supaya manusia bisa mengobati orang yang sedang sakit, bukan supaya menjadi orang kuat agar bisa menanggulangi orang yang kesurupan Jin. Tujuan akhir perjalanan ibadah itu supaya seorang hamba dapat berbakti kepada Tuhannya dengan pengabdian yang sempurna.

2.    Dengan Ilmu dan Kehendak Allah s.w.t seorang hamba yang masih hidup berpotensi bersama-sama melaksanakan satu pekerjaan dengan orang lain yang sudah mati.
Di dalam peristiwa Isro’, Baginda Nabi s.a.w melaksanakan shalat berjama’ah bersama para Nabi yang sudah meninggal dunia dan ketika bermi’roj Beliau s.a.w juga bertemu dan berdialog dengan mereka dalam rangka membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan umat manusia di masa mendatang.
Itulah pertemuan antara dua manusia yang sudah berada pada dimensi yang berbeda, yang satu manusia dengan dimensi basyariah dan satunya dengan dimensi barzahiah atau yang hidup pada dimensi alam barzah. Peristiwa ini menujukkan bahwa manusia yang masih hidup, dengan ilmu Allah s.w.t dan izin-Nya dapat bertemu dan bersama-sama dalam satu pekerjaan dengan orang-orang yang sudah meninggal dunia.
Untuk memahami rahasia yang terkandung di dalam peristiwa tersebut, ada satu pertanyaan; “Manusia yang masih hidup di dunia memasuki dimensi alam barzah ataukah manusia yang sudah meninggal dunia kembali memasuki dimensi alam dunia…?” Kalau kita sudah sepakat bahwa orang mati tidak dapat hidup lagi, maka berarti, di dalam peristiwa isro’ mi’roj itu orang dengan dimensi dunianya berhasil menembus lapisan alam sehingga dapat memasuki dimensi alam barzah.
Sungguh peristiwa tersebut telah membuka tabir ghaib dan sekaligus menjadi bukti bahwa orang mati dapat saling memberi kemanfaatan kepada saudaranya yang masih hidup, Rasulullah s.a.w adalah pelopor perjalanan itu. Dengan syafa’at beliau yang sudah ada di tangan serta ilmu Allah dan izin-Nya, semestinya umat penerus perjuangan atau Ulama’ pewaris Beliau dapat mengikuti perjalanan itu walau tentunya di dalam keadaan dan kondisi yang berbeda.
Dalam keadaan sadar mereka mengadakan perjalanan ruhaniah untuk menembus dimensi alam barzah dengan melaksanakan interaksi ruhaniah atau tawasul kepada guru-guru ruhani, yaitu para Nabi, ash-Shiddiq, asy-Syuhada’ dan ash-sholihin yang telah mendahului menghadap kepada Allah s.w.t. Dengan itu seorang hamba mampu merasakan keberadaan mereka di saat bersama-sama dalam pengembaraan tersebut untuk sampai atau wushul kepada Tuhannya.
Allah s.w.t telah mengisyaratkan peristiwa itu dengan firman-Nya:

“Ketika “Sidrah” diliputi oleh sesuatu yang meliputinya . Penglihatan (manusia) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya . Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. QS.an-Najm; 53/16-18 (bersambung)



Oleh Muhammad Luthfi Ghozali

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan komentar, pesan, kritik atau saran untuk kami

Advertise