لَا يَكُنْ تَأَخُّرُ
اَمَدِ العَطَاءِ مَعَ الاِلْحَاحِ فِى الدُّعَاءِ مُوْجِبًا لِيَأسِكَ فَهُوَ
ضَمِنَ لك الاِجَابَةَ فِيْمَا يَخْتَارُهُ لَكَ لَا فِيْمَا تَخْتَارُ لِنَفْسِكَ
وَفِى الوَقْتِ الَّذِى يُرِدُ لَا فِى الوَقْتِ الَّذِى تُرِيْدُ
“Tertundanya pemberian setelah
do’a itu dipanjatkan dengan berulang-ulang jangan menimbulkan putus asamu
kepada Allah, sebab Allah telah menjamin diterimanya do’a, akan tetapi
mengikuti pilihan Allah untukmu bukan mengikuti pilihanmu untuk dirimu dan di
dalam waktu yang dikehendaki Allah bukan di dalam waktu yang engkau kehendaki”.
Berdo’a adalah salah satu kewajiban
seorang hamba kepada Tuhannya dan Allah Swt berjanji akan mengabulkan do’a-do’a
tersebut sebagaimana firmanNya: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS.
40; 60)
Ketika
seorang hamba berdo’a kepada Allah, terlebih apabila do’a itu dilakukan secara istiqamah,
maka pasti do’a itu akan dikabulkan. Karena Allah sudah
berjanji, dan sedikitpun Allah tidak akan mengingkari janji-janji-Nya. Namun
demikian, do’a-do’a yang dipanjatkan itu haruslah memenuhi syarat sebagai do’a
yang dikabulkan. Rasulullah Saw menegaskan dalam sabdanya: “Setiap do’a yang
dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah asal tidak tercampur dengan dosa
dan memutuskan tali silaturrahmi, do’a itu akan dikabulkan dalam tiga
pilihan:(1) Diturunkan seketika di dunia dalam bentuk pemberian sesuai dengan
permintaan; (2) Dijadikan simpanan di akhirat sebagai kafarat dari
dosa-dosanya; (3) Digantikan sebagai ganti musibah yang tidak jadi diturunkan
demi keselamatannya.” (atau yang searti dengannya).
Oleh karena itu, setelah do’a-do’a
tersebut dipanjatkan, hendaknya seorang hamba yakin bahwa do’a-do’anya akan
dikabulkan Allah, walau dalam tiga pilihan yang masih dirahasiakan tersebut. Hanya Allah
yang Memilih, Menghendaki dan Mengetahuinya. Allah berfirman: “Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan
hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. al-Baqoroh; 2/186)
As-Syaikh Ibnu Athaillah Ra meneruskan:
لَا يُشَكِّكَنَّكَ فِى الوَعْدِ عَدَمَ وُقُوْعِ المَوْعُوْدِ وَاِنْ تَعَيَّنَ زَمَنُهُ لِئَلّاَ يَكُوْنَ ذَلِكَ قَدْحًا فِى بَصِيْرَتِكَ وَاِخْمَادًا لِنُوْرِ سَرِيْرَتِكَ
“Jangan sekali-kali meragukan janji
Allah karena belum terpenuhinya janji itu walau batas pelaksanaannya sudah
sangat dekat, supaya yang demikian itu tidak menjadikan redupnya sinar mata
hatimu dan memadamkan cahaya rahasia batinmu”.
Allah Lebih Mengetahui akan keadaan
hamba-hamba-Nya, baik urusan dunia, agama maupun akhirat, terlebih urusan rizki-rizki bagi mereka,
karena dengan urusan rizki-rizki itu manusia akan menjadi selamat atau tidak.
Allah tidak mengingkari janji-Nya bahwa setiap hamba-Nya yang berdo’a dengan
benar kepada-Nya pasti dikabulkan. Sebagaimana ditegaskan oleh firman-Nya: “Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tapi
kebanyakan manusia tak mengetahui”. (QS. 30; 6)
Namun demikian, bagi hamba-hamba beriman—berkat kasih sayang-Nya yang dalam kepada mereka—apa saja yang
diberikan kepadanya haruslah yang menjadikan mereka lebih baik. dalam hal ini
Allah adalah yang lebih mengetahuinya. Allah menegaskan dengan firman-Nya : “Dan
jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan
melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya
dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi
Maha Melihat”. (QS. 42; 27)
Oleh karena itu, jika ada janji Allah yang
seakan-akan belum terpenuhi, padahal menurut pengetahuan dan perasaan seorang
hamba yang sedang terdesak, seharusnya saat terpenuhinya janji itu sudah sangat
mendesak, bahkan sudah tidak ada waktu lagi untuk tertunda. Meskipun keadaannya
demikian, janganlah menjadikan hati seorang hamba ragu kepada Allah .
Siap
Menerima Kenyataan
Bagaimanapun keadaan yang akan dan
sedang terjadi, hati seorang hamba yang beriman hendaknya tetap yakin serta
siap menghadapinya, bahwa apa saja yang dikehendaki Allah pastilah yang terbaik
untuk dirinya. Supaya matahati dan cahaya rahasia batin tidak menjadi redup dan
padam. Sebab, ketika ujian-ujian hidup itu sudah cukup menurut pandangan Allah,
dan ketika seorang hamba telah melewatinya dengan nilai yang baik, maka
problematika kehidupan dan bahkan konflik-konflik horizontal yang telah
berlalu, sesungguhnya merupakan proses masuknya ilmu pengetahuan dalam hati
yang tinggi nilainya. Itulah ilmu rasa, ilmu pengetahuan yang dapat mematangkan
jiwa manusia. Ilmu pengetahuan yang mampu menebalkan keyakinan, membakar
lapisan kabut hati sehingga menjadikan matahati seorang hamba semakin cemerlang
dengan Nur Ma’rifat kepada
Allah.
Hanya dengan cara seperti itulah Allah memperjalankan
kehidupan para hamba pilihan-Nya dan bahkan para nabi dan rasul-Nya.
Diperjalankan dengan realita kehidupan yang sesungguhnya, menghadapi kesulitan
dan tantangan serta goncangan-goncangan hidup yang berat: “Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan
Allah itu amat dekat”. (QS. al Baqoroh; 214) Namun demikian, ketika keadaan
benar-benar telah mendesak baru pertolongan-Nya diturunkan, karena sungguh
sedikitpun Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.
Oleh : Muhammad Luthfi
Ghozali
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan komentar, pesan, kritik atau saran untuk kami