Jika yang dimaksud melihat Jin dalam arti melihat
dengan mata kepala maka pasti manusia tidak dapat melakukannya, karena Allah Ta’ala
telah menetapkan jin tidak dapat dilihat mata manusia. Allah menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا
تَرَوْنَهُمْ
Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat
kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. QS:7/27.
Demikian pula yang dinyatakan Ibnu Abbad r.s dalam sebuah hadis Nabi s.a.w. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. berkata:
مَا قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى الْجِنِّ وَمَا رَآهُمُ
Yang artinya: Rasulullah saw tidak membacakan
al-Quran jin dan tidak pula melihat mereka.
Jika yang dimaksud melihat jin dalam arti mengenali
keberadaan jin, maka orang tidak harus menggunakan mata kepala, dengan perasaan
atau indera batin yang disebut indera hayali seorang yang ahli bisa merasakan
keberadaan jin, baik yang berada di suatu tempat ataupun jin yang sedang nyurup
dalam tubuh manusia. Seorang yang ahli bisa mengenali keberadaan jin yang sedang
nyurup dalam tubuh manusia itu melalui perubahan karakter manusia yang
kesurupan jin tersebut, namun yang bisa memastikan hal ini hanya orang yang
ahli dalam ilmunya. Orang awam sulit bisa membedakan antara orang yang sakit
jiwa dengan orang yang kesurupan jin, karena gejalanya hampir sama.
Seperti orang bisa mengenali suatu benda dengan
inderanya, dengan penciuman atau pendengaran misalnya orang bisa mengenali bauh
atau suara. Asal dengan inderanya tersebut orang dapat mengenali sifat dan
wujud suatu benda maka hal itu boleh dikatakan ‘rukya’ atau melihat. Seperti
contoh orang buta bisa mengenali uang kertas, padahal seumur hidupnya tidak pernah melihat
uang itu dengan matanya, melainkan meraba dengan tangannya. Dengan mencium
orang dapat mengenali kwalitas tembakau, dan dengan mendengarkan orang dapat
mengenali seseorang melalui suaranya, bahkan melalui suara langkah kakinya.
Orang
bisa mengenali jenis suara, padahal suara itu tidak dapat dilihat dengan mata.
Meski hanya dengan pendengaran, ketika seseorang dapat mengenali suatu benda,
maka orang itu berarti mengenali benda tersebut. Seperti orang makan salak secara terus-menerus
sehingga menjadi tahu dengan persis bahwa salak yang dimakan itu salah pondoh
misalnya, orang tersebut berarti termasuk orang yang kenal salak pondoh. Bahkan
semakin ahli, semakin itu pula dia dapat mengetahui dengan tepat terhadap
segala jenis-jenis salak secara spesifik.
Melihat
jin itu tidak harus dengan
mata kepala, yang pasti jin itu ada. Jin dapat melihat manusia, manusia
tidak
dapat melihat jin. Kehidupan jin dekat dengah manusia, hanya saja
manusia tidak dapat merasakannya. Demikianlah yang dinyatakan Allah
dengan
firman-Nya. Oleh karena alam jin adalah alam ghaib (bagi indera
lahir), maka untuk mampu mengenalinya, pertama seorang hamba wajib
beriman terhadap apa-apa
yang disampaikan oleh Allah Ta’ala melalui wahyu-Nya. Ketika alam jin
dinyatakan Allah Ta’ala dengan firman-Nya, maka seorang hamba wajib
mengimaninya.
Selanjutnya, apabila orang beriman tersebut ingin memperdalam imannya
sampai
menjadi yakin hingga dengan yakin itu diharapkan bisa merasakan
keberadaan jin, maka dengan kemampuan imaginasi yang ada orang tersebut
harus
bersungguh-sungguh mengadakan kajian dan penelitian dengan cara yang
benar dan tentunya
dengan mendapatkan bimbingan dari guru ahlinya, memadukan antara ayat
yang tersurat
dengan ayat yang tersirat, dengan ilmu Allah dan izin-Nya orang tersebut
akan
dibukakan penutup matanya sehingga mendapatkan sesuai apa yang
diharapkan.
Ketika Allah SWT. berfirman:
وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ
فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا
مَحْجُورًا- الفرقان:25/53
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir
(berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan
Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. QS:25/53.
Manusia
harus mengimani firman Allah Ta’ala
tersebut, karena hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui keadaan
makhluk-Nya.
Menurut ayat diatas, alam manusia bagaikan samudera dan alam jin juga
bagaikan
samudera, namun antara keduanya dibatasi barzah atau ruang waktu dan
dinding-dinding yang membatasi. Maksudnya, alam manusia adalah suatu
dimensi
dan alam jin juga suatu dimensi, masing-masing dimensi itu dibatasi
oleh dimensi lain pula. Seperti alam mimpi adalah dimensi dan alam jaga
juga dimensi, masing-masing dimensi tersebut dibatasi oleh dimensi yang
lain yaitu alam tidur. Alam tidur dikatakan sebagai pembatas antara alam
sadar
dengan alam mimpi, karena mimpi itu terjadi di alam tidur meski tidak
semua
orang tidur bisa bermimpi, hal ini membuktikan bahwa alam tidur berbeda
dengan
alam mimpi.
PENAMPAKAN YANG MENGHANTUI HAYAL
Ketika orang mendapati penampakan secara hayali,
baik didapatkan sebagai hasil wiridan dan mujahadah atau karena ingatannya
sedang sakit. Orang tersebut kemudian mengira penampakan yang muncul dalam
hayal itu adalah bentuk jin yang asli, maka perkiraan tersebut
salah, karena jin telah ditetapkan tidak dapat dilihat
dengan mata maka wujud jin pasti tidak mungkin dapat dibayangkan dalam hayal manusia. Penampakan-penampakan tersebut sesungguhnya hanyalah bentuk gambar
(visual) yang ditusukkan jin ke dalam alam hayal manusia, itu bisa terjadi,
karena orang tersebut sebelumnya telah menghayal jin sesuai gambaran
yang dalam hayalnya sendiri. Oleh karenanya, ketika bayangan gambar jin yang
ada dalam hayalan orang tersebut bentuknya putih, maka penempakan yang muncul akan berbentuk
putih-putih, demikian pula apabila hayalan itu berbentuk
hitam, maka penampakan yang muncul juga berupa hitam-hitam.
Penampakan itu sesungguhnya hanyalah hasil tipuan sihir
jin, bukan bentuk asli jin. Dengan mengambil bahan-bahan yang sudah tersedia
dalam rekaman memori hayal manusia yang sedang dalam keadaan kesadarannya
kurang sehat, sedang dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar tapi sadar, Jin
yang berbuat sihir itu membentuk bahan yang diambil tersebut menjadi visual dan
dimasukkan lagi ke dalam bilik hayal sehingga orang yang tersihir itu
seakan-akan melihat ada orang berdiri di depannya, padahal visual itu hanya gambar
virtual yang tidak berwujud. Dalam kaitan ini banyak orang ahli wirid dan
mujahadah terperangkap di dalam tipudaya setan jin. Terlebih lagi ketika
penampakan itu kemudian mengeluarkan suara dan mengaku ruh wali, maka ahli
wirid itu menghadapi jebakan setan yang sangat mematikan, karena selanjutnya
jin bisa menjadi orang tersebut menjadi sombong karena merasa dirinya lebih baik
dibanding orang lain.
Orang tidak dapat melihat jin karena mata lahirnya
sedang ditutupi, atau karena sorot pandangnya sedang diselimuti hijab-hijab
basyariah. Ketika hijab-hijab itu dihapus sehingga penutupnya menjadi buka, maka dengan izin-Nya
manusia dapat merasakan keberadaan jin. Allah telah mengisyaratkan hal tersebut
dengan firman-Nya:
لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا
عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari
(hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka
penglihatanmu pada hari itu amat tajam”. QS:50/22.
Seandainya ada orang dapat melihat jin karena sorot
matanya telah menjadi tajam dan tembus pandang dan ketika ternyata bentuk jin
itu tidak sama dengan segala bentuk yang ada di alam dunia, dapatkah orang
tersebut memberikan contoh kepada orang lain yang belum pernah melihat bentuk
asing tersebut…?
Ketika pandangan mata manusia telah menjadi tembus pandang,
berarti saat itu orang tersebut tidak melihat dengan mata lahir melainkan
dengan mata batin atau matahati, karena hanya dengan indera batin orang dapat
melihat alam batin. Keadaan yang dilihat oleh matahati , dapatkah hal tersebut diperlihatkan kepada orang lain
melalui mata lahirnya? tentunya tidak bisa. Seperti orang dapat mengenali
suara dengan pendengarannya misalnya, dapatkah suara itu dikenalkan kepada
orang yang tidak punya indera pendengaran? Atau dikenalkan melalui indera
penciuman, karena orang tersebut indera pendengaran sedang sakit….?
Walhasil, apa saja yang dapat dicontohkan oleh manusia
tentang bentuk jin melalui gambar yang dapat dilihat oleh mata lahir manusia,
sesungguhnya itu hanyalah kebohongan belaka, baik kebohongan yang disebarkan
oleh jin terhadap manusia yang dapat dibohongi ataupun oleh manusia yang memang
suka berbuat bohong. Sesungguhnya bentuk jin itu tidak dapat dilihat oleh manusia
dengan panca inderanya atau disebut bashoroh melainkan dirasakan dengan indera
batin yang disebut indera hayali atau bashiroh. Hanya Allah Ta’ala Yang Maha
Mengetahui kepada segala ciptaan-Nya.
Oleh Muhammad Luthfi Ghozali.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan komentar, pesan, kritik atau saran untuk kami