PUISI, INDONESIAKU sayang INDONESIAKU malang




Kepada siapakah aku titipkan INDONESIAKU…….?
Apakah kepada REFORMASI ?
Siapakah dia itu ? Apakah sang pendatang yang telah mampu memenggal tangan-tangan besi sang penguasa yang sudah terlalu lama membungkam setiap suara dengan kursi dan rupiah, kadang juga dengan peluru dan penjara.

Ataukah kepada sang pembaru yang suka membuka suara dengan rupiah untuk sebuah kursi kuasa.
Apakah dia REFORMASI, ketika aku melihat rahasia yang bukan rahasia. Ketika di mana-mana bahkan membudaya, ada rupiah berbicara di kursi-kursi yang mulia melalui tangan-tangan rahasia untuk membangun tahta sang calon penguasa.
Tapi ternyata masih juga sama, aku tidak mampu berbuat apa-apa meski lima ribu suara setiap hari menjerit di jalan raya.

Oh Indonesiaku, pernah aku mencoba menitipkan kamu di sekolah dan madrasah agar anak didik tidak turun lagi di jalan raya.
Di bangku tingkat dasar, kepada guru-guru yang setia, aku mencari lagu Indonesia Raya, ternyata yang kutemui irama bendera hasil produk nusantara.
Adakah rupiah juga berbicara kepada guru-guru mulia dan kepala sekolah? Mengapa ada Pepsodent, mengapa ada Milo, membuka pasar dadakan di bangku sekolah, sehingga sang pahlawan tanpa jasa itu ternyata menjadi juragan pasar musiman dan bahkan agen-agen rahasia penerbit buku dan percetakan .
Adakah yang harus lebih dulu dibersihkan selain bangku sekolah, kalau tingkat dasar saja sudah menjadi cidera. Maka jangan kamu tanya lagi, ketika di jalan raya suara peluit petugas kadang di situ juga urusan selesai dengan rupiah.

Juga di rumah sakit dan kamar dokter, orang masuk sakit di dada keluar menjadi sakit kepala, karena harga obat mencekit leher dan menghimpit isi kepala.
Apalagi di kantor-kantor pemerintah, dimana uang siluman konon beredar di mana-mana, menjadi pelicin agar peluang kerja terbuka. Bahkan meski sang koruptor sudah difonis di pengadilan bersalah, namun mereka masih bebas ngantor kapan saja.

Oh Indonesiaku, betapa malang potret wajahmu, saat orang lain di luar sana menyebutmu Negara koruptor terbesar di dunia.
Tapi aku percaya masih ada anak negri ini orang yang tetap peduli dan setia, walau dia hanya sorang diri dan tidak punya kuasa.

Apakah kepada suara Gus Dur yang sementara kursinya sedang tersungkur ataukah Akbar Tanjung yang suaranya masih kabur. Atau kepada yang hanya mau bicara, walau dimana, asal ada rupiah. Apakah kepada pemimpin yang suka beryanyi dan hura-hura, pamer budaya di hari merdeka, supaya orang-orang lupa persoalan yang tengah mendera Bangsa.

Atau kepada wajah-wajah baru yang bermunculan bagai cendawan di musin hujan, mendongkrak citra diri dengan biaya iklan tinggi, layaknya orang bermimpi menjadi pahlawan di siang hari, padahal belum tentu mengerti mau dibawa kemana negri tercinta ini.

Atau kepada serombongan partai yang baru dilahirkan, meski oleh induk semang yang sama tujuan, seperti orang bangun kesiangan, mengusap mata yang rabun dibuai harapan, bagaikan bis mencari penumpang dan sekaligus sopirnya di pinggir jalan, tidak peduli siapa asal punya uang.

Apakah kepada para Kiai mulia dan kharismatik, bak artis dan selebritis, marak gambarnya dipajang di pinggir jalan umum, dimanfaatkan mantan santri untuk mendulang suara di pemilihan umum, menggapai tahta dan ambisi pribadi namun hanya untuk mencarai untung.

Atau kepada amuk massa yang suka bentrok, membakar rumah dan membantai warga yang masih bertentangga sekedar karena beda pendapat dan calon pimpinan yang membayar dalam pilihan.

Atau kepada revolusi sosial agar rumput-rumput nakal tercabut seakar-akarnya, meski kemudian kita juga ikut binasa ditelan masa.

Kadang aku ingin menitipkanmu kepada Tuhan.
Tetapi aku juga ragu, apakah lonceng gereja atau beduk masjid dan musolla mampu tinggikan suara menyampaikan hasratnya.

Haruskah lewat istighotsah dan mujahadah yang terkadang juga masih berbau bendera. Kepentingan partai politik dan ambisi pribadi menjadi tujuan utama.

Atau dengan tangan lemah menengadah sendiri Panjatkan do’a

Wahai anak-anak negri tercinta
Jangan engkau terlena
Dimabuk harapan untuk menjadi Calon Penguasa
Lupa teman lupa lawan meski tidak punya sarana
Hingga sikut-sikutan menjadi tradisi dalam keluarga

Kita harus tetap waspada
Meski keadaan Negri dalam kondisi ramah
Bisa jadi mata teroris mengintai menunggu cela
Menebus nyawa yang pergi meninggalkan duka

Ya Allah, Tuhan alam semesta…
Berikanlah hamba-hamba-Mu hidayah

Harus kepada siapa
Kami titipkan INDONESIAKU yang sedang dirundung duka
2002 – 2008

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan komentar, pesan, kritik atau saran untuk kami

Advertise